• tes

Selamat Datang di Website SMK WISNUWARDHANA MALANG | Terima Kasih Kunjungannya.

Pencarian

Login Member

Username:
Password :

Kontak Kami


SMA-SMK WISNUWARDHANA MALANG

NPSN : 20533637/205338

Jl.Danau Sentani No.99 Telp. 713601 Malang


smawisnuwardhana@gmail.com/smkwisnuwardhana@gmail.com

TLP : 0341 713601


          

Banner

Jajak Pendapat

No Poles setup.

Statistik


Total Hits : 215207
Pengunjung : 93642
Hari ini : 26
Hits hari ini : 63
Member Online : 0
IP : 216.73.216.130
Proxy : -
Browser : Gecko Mozilla

Status Member

GEN Z Generasi Serba Cepat yang Kadang Merasa Kurang




 

GEN Z

Generasi Serba Cepat yang Kadang Merasa Kurang

DITULIS OLEH: MARIA AL SALLAFIYAH

KELAS XI IPA

SMA WISNUWARDHANA

 

Gen Z adalah kelompok anak muda yang lahir antara tahun 1997-2012, mereka tumbuh di tengah era teknologi yang sudah maju. Sejak kecil mereka sudah akrab dengan layar sentuh atau biasa kita sebut dengan ponsel, dan juga budaya cepat atau “instan”. Mereka kreatif, multitasking, kerap memicu trend baru serta peka terhadap isu sosial. Bagi mereka dunia digital bukan hanya sekedar hiburan, namun juga sebagai panggung ekspresi diri dan bagian dari identitas serta gaya hidup mereka. Lingkungan ini memang membuat mereka terbuka terhadap ide baru, tapi apakah kalian tahu jika ini juga membuat mereka sering membandingkan diri sendiri dengan kemampuan atau pencapaian orang lain? Terlebih jika itu berada di media sosial. Perbandingan inilah yang menjadi salah satu pemicu utama inferiority complex atau kondisi psikologis ketika seseorang merasa tidak sebaik orang lain padahal sebenarnya mereka memiliki kemampuan yang terbilang cukup. Perasaan rendah diri yang berlebihan ini bisa menghambat potensi-potensi mereka.

Di Indonesia, Gen Z berjumlah sekitar 27-32%. Mereka terdiri dari pelajar, mahasiswa dan pekerja muda yang aktif di dunia nyata maupun dunia maya. Mereka adalah kelompok penduduk terbesar yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap trend budaya, dunia dan teknologi. Menurut teori Alfred Adler mengatakan jika perasaan minder itu normal, tapi kalau terlalu kuat, itu bisa berubah menjadi inferiority complex yang membuat seseorang enggan untuk mencoba atau takut gagal. Banyak dari mereka yang mengalami ini, dimana pencitraan di media sosial sering kali terlihat lebih penting dari pada kenyataan mereka.

Fenomena Gen Z mulai banyak diperbincangkan pada awal 2010 an, dimana saat mereka memasuki usia remaja dan menjadi pengguna aktif di media sosial. Terlebih pada era covid-19 ( 2020-2022 ) dimana semua kegiatan dibatasi oleh protokol kesehatan seperti sekolah daring, dan hampir semua hal dilakukan melalui internet atau online, membuat perbandingan sosial di media sosial yang memperparah rasa minder atau rendah diri ini  di kalangan muda.

Gen Z tersebar di seluruh dunia, dan Indonesia lah salah satunya, dengan gaya hidup mereka yang cenderung global membuat mereka tak kenal batas jarak atau wilayah karena itu semua terhubung oleh internet. Nah karena itulah mereka menghadapi tantangan ini di berbagai tempat, seperti di kota-kota besar layaknya Jakarta, Surabaya ataupun Yogyakarta dan sebagainya, persaingan pendidikan dan pekerjaan bisa dibilang cukup ketat, membuat mereka merasa kalah atau gagal padahal belum mencobanya. Bahkan di daerah kecil atau pedesaan, mengakses internet juga memungkinkan mereka melihat pencapaian orang lain di luar kota yang bisa jadi membuat mereka merasa minder atau rendah diri. Dalam studi liberosis, jurnal psikologi dan bimbingan konseling menemukan bahwa paparan media sosial tanpa pendampingan yang cukup dapat meningkatkan resiko perasaan rendah diri pada remaja tanpa memandang daerah atau wilayah.

Beberapa faktor yang memicu inferiority complex atau perasaan rendah diri yang berlebihan diantaranya seperti ekspektasi tinggi dari lingkungan kerja atau bahkan keluarga terlebih minimnya penghargaan atas pecapaian kecil, paling sering terhadap cyberbullying atau komentar negated pada media sosial. Jean Twengen menyebut bahwa intensitas pada penggunaan media sosial secara berlebih berkolerasi dengan meningkatnya kecemasan ataupun perasaan rendah diri dan minder pada anak-anak muda.

Jika dari kalian bertanya “Bagaimana mengatasi inferiority complex pada anak muda?” maka disinilah kita akan membahasnya. Cara mengatasi inferiority complex pada anak muda atau Gen Z butuh pendekatan yang realistis dan positif lho, seperti membatasi waktu bermain media sosial untuk mengurangi perasaan minder, insecure atau apapun itu. Kalian bisa melakukan hal-hal positif lainnya seperti lebih berinteraksi secara langsung dengan orang lain, teman, dokter psikologi pun bisa dengan mengakses layanan konseling jika perasaan minder itu sudah menghambat keseharian kita ataupun kalian. Fokus pada pencapaian diri sendiri itu penting, dan jangan sesekali fokus pada pencapaian orang lain karena kalian harus yakin jika kalian mampu untuk mencapainya. Terlebih mencari lingkungan pertemanan yang mendukung dan memotivasi itu sangatlah penting.

Beberapa fakta unik mengenai Gen Z ada banyak lho, yuk kita simak. Mereka adalah digital native sejati, bagaimana bisa? Karena sejak kecil mereka sudah terbiasa memegang ponsel dan bermain media sosial. Mereka belajar dari YouTube maupun tiktok, bagi mereka itu sudah menjadi hal biasa bahkan banyak dari mereka yang sudah pandai membuat konten sendiri di usia mereka yang belia. Lalu mereka juga peduli isu sosial dan lingkungan, mereka tidak hanya berpendapat di media sosial tapi juga ikut aksi nyata seperti dalam kampanye lingkungan, mereka sangat gerak cepat “gercep” erhadap isu-isu sosial tersebut.

Secara keseluruhan Gen Z memiliki banyak kelebihan, namun dibalik itu semua, terdapat tantangan besar yang sering tersenbunyi—inferiority complex atau perasaan rendah diri yang berlebihan. Gen Z akan terus menjadi generator perubahan jika mereka bisa menjaga keseimbangan diantara dua hal tersebut karena pada akhirnya kekuatan mereka tak hanya pada kecepatan beradaptasi dengan teknologi namun juga pada kemampuan menerima dan menghargai diri sendiri and yes, be proud and love yourself guys.

 

Daftar Pustaka

Adler, Alfred. (1997). Understanding Human Nature.

Liberosis: Jurnal Psikologi dan Bimbingan Konseling. (2023). Pengaruh Teknologi terhadap Kesehatan Mental Generasi Z.

Wikipedia. (2025). Jean Twenge.

Marketeers. (2024). Anomali Pasar Gen Z: Populasinya Besar tapi Paling Pesimistis.

Twenge, J.M. (2017). iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy. Atria Books.

 




Share This Post To :

Kembali ke Atas

Artikel Lainnya :





   Kembali ke Atas